Dukung Kami
News

Bakti Pemuda ARI untuk Pembangunan Desa Mandalawangi yang Terlaksana Berkat Dukungan KEMENPORA

Aliansi Remaja Independen (ARI) berkolaborasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga menyelenggarakan program bakti desa di Desa Mandalawangi, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Program ini berlangsung  selama 3 hari mulai dari tanggal 23-25 Desember 2022 dengan tema “Bakti Pemuda untuk Pembangunan Desa”. Kegiatan ini mempunyai berbagai rangkaian kegiatan yang menarik yaitu Seminar, Pelatihan Kesehatan Seksual Reproduksi, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan tujuan menyiapkan Pendidik Sebaya mengenai Kesehatan Reproduksi untuk bisa mengedukasi sesama pemuda di desa serta memetakan kebutuhan pemuda di desa sebagai acuan pengembangan program ARI dan Kemenpora, masukan RPJPN, dan mendorong partisipasi pemuda dalam Musrembangdes.

Bapak Esa Sukmawijaya, SP., SI juga turut hadir dalam program ini. Desa Mandalwangi dipilih sebagai lokasi bakti desa karena Desa Mandalawangi tercatat dalam Data Desa Presisi yang dikumpulkan berdasarkan data yang komperhensif dan konkret oleh Institut Pertanian Bogor.

Dalam pelaksanaanya,  ARI mengirimkan tujuh orang tim ARI selaku pemateri yang melakukan sosialisasi dan panitia kegiatan. Perangkat desa, pemuda karang taruna desa, pemuda Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R), dan pemuda Desa Mandalwangi lainnya juga dilibatkan sebagai partisipan dalam kegiatan.

Bakti desa ini memiliki beberapa kegiatan. Pada hari pertama, tim dari ARI mengadakan pertemuan dengan ketua karang taruna, pembina Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR), dan juga sekretaris desa. Pertemuan ini membahas kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama dua hari ke depan dan memberikan undangan kepada ketua karang taruna dan pembina PIKR untuk kemudian disebarkan ke pemuda desa lainnya. Pertemuan ini sekaligus untuk perkenalan antara tim ARI selaku penyelenggara dan perangkat desa selaku tuan rumah. Setelah pertemuan tersebut, tim panitia dan karang taruna bergotong-royong membersihkan aula desa yang akan digunakan untuk kegiatan.

Kegiatan berikutnya dilaksanakan di hari kedua yaitu seminar untuk warga Desa Mandalawangi. Seminar ini menghadirkan empat orang narasumber dari LPPM IPB, Kemenpora, ketua karang taruna, dan perwakilan ARI. Topik dalam seminar ini secara keseluruhan mencakup tentang pemaparan Data Desa Presisi, kondisi pemuda di Desa Mandalawangi, dan mengenal “Siapa itu Orang Muda?”. Seminar ini diikuti secara antusias oleh para pemuda dan perangkat pemerintah desa hingga siang hari. Kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi interaktif tentang Kespro, stigma dan diskriminasi, dan penyakit menular seksual. Kegiatan ini disampaikan  langsung oleh tim pengajar ARI yang sudah terlatih, agar para peserta bisa lebih nyaman dan terbuka selama sosialisasi berlangsung. Tujuan sosialiasi ini adalah untuk meningkatkan perhatian pemuda desa terhadap isu-isu tersebut. Tidah hanya bekutat dengan teori, para pemuda desa juga diajak untuk liwetan (makan bersama) dan bincang santai pada malam hari. Acara ini juga merupakan malam keakraban karena para pemuda desa diharapkan dapat lebih dekat dan lebih akrab dengan tim ARI.

Pada hari ketiga sekaligus hari terakhir bakti desa, tim ARI melakukan diskusi kelompok terpumpun bersama dengan para pemuda desa. Diskusi dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok terdapat tiga orang fasilitator. Ada beberapa fokus utama yang menjadi topik dalam diskusi ini seperti, ketenagakerjaan, keterlibatan pemuda dalam organisasi desa, pendidikan, sunat perempuan, dan pernikahan dini. Para peserta diberikan kebebasan berpendapat dalam diskusi. Artinya, peserta boleh berbicara tentang apapun karena diskusi ini adalah ruang aman. Diskusi ini bertujuan untuk mendata masalah-masalah khususnya masalah kepemudaan di Desa Mandalawangi. Dan juga untuk mengetahui lebih dalam, bagaimana kondisi sebenarnya pemuda Desa Mandalawangi. Setelah diskusi selesai, acara dilanjutkan dengan foto bersama dan penyerahan plakat kepada Kepala Desa Mandalawangi, Ibu Peranika, sebagai bentuk penghargaan karena sudah bersedia untuk dikunjungi.  

Jika kamu memiliki pertanyaan, masukan, atau ingin berkontribusi untuk pemuda di Indonesia, silakan menghubungi ARI di: info@ari.or.id atau melalui Instagram ARI di: @aliansiremaja.

Uncategorized

How Women Lead: Pandangan ARI Mengenai Seksualitas

Saat ini pendidikan seksualitas di Indonesia hanya sebatas melarang aktifitas seks sebelum menikah. Masih sangat minim untuk isu seksualitas, consent dan relasi gender. Kebijakan terkait masih dirasa kurang dikarenakan sering bertabrakan dengan isu moralitas. Baru-baru ini, tepatnya 1 Desember 2021 Magdalene.co mengundang perwakilan ARI dalam diskusi tentang Pendidikan Seksualitas. Diskusi yang direkam secara live di podcast program Magdalene.co bertajuk How Women Lead mengarah kepada percakapan yang konstruktif dan bermanfaat. Diskusi ini juga mengundang pihak pemerintah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, BKKBN, dan KPAI serta perwakilan remaja, orang tua dan guru.

Pelaksanaan diskusi tersebut diadakan untuk memperkuat survey online yang dilakukan Magdalene.co di 32 provinsi di Indonesia. Hasil dari 405 responden berusia 15-19 tahun, 98.5% menyatakan membutuhkan pendidikan seksualitas. Hal ini sejalan dengan pernyataan salah seorang responden bernama Jessica Suciandy. Remaja tersebut mengatakan bahwa pendidikan seksualitas didapatnya di sekolah dari pelajaran biologi pada materi sistem reproduksi. Dan sangat penting untuk memiliki edukasi perihal seksualitas untuk menjaga diri.

Stella Masaharu, seorang ibu dan juga public speaker berpendapat, pendidikan seksual dan reproduksi harus diberikan sejak dini. Bisa dimulai dengan pengenalan alat kelamin dengan penamaan yang tepat. Selanjutnya setiap perubahan di masa pubertas anak juga penting untuk orang tua bekali kepada anak. Sebagai orang tua, Stella mempercayai bila sekolah wajib memberi pembekalan pendidikan hak kesehatan seksual dan reproduksi secara berkelanjutan kepada tiap siswa.

Namun, ternyata di sekolah materi tentang seksualitas hanya menjadi bagian kecil. Contohnya, pada materi budi pekerti yang mengajarkan bagaimana keluarga terbentuk, apa itu pernikahan dan sebuah hubungan pacaran. Padahal pembekalan terkait seksualitas sudah menjadi urgensi bagi generasi genZ di era globalisasi, jelas perwakilan guru, Rudolf. Yang menjadi tantangan sekolah adalah pada alokasi waktu pembelajaran itu sendiri. Ditambah bahan belajar perlu disesuaikan baik untuk sekolah negeri maupun swasta.

Praktisi dokter yang diwakili oleh dr. Marcia Soumokil, MPH dari Yayasan IPAS Indonesia menjelaskan, bahwa pendidikan seksualitas dibagi menjadi 2, yaitu formal dan informal. Mengingat ada juga anak usia sekolah yang rentan dan tidak terdaftar sebagai peserta didik. Karena mengenai seksualitas harus masuk ke  dalam life skill education.

ARI sendiri telah hadir di Indonesia di 5 Provinsi yaitu NTB, NTT, Sulsel, Jakarta dan  Jateng. Fokus ARI adalah advokasi. Namun ARI juga telah menjangkau lebih dari 10.000 orang muda untuk mendapatkan pengetahuan dasar mengenai HKSR dan mengimplementasikan berbagai program mulai dari program untuk perkawinan anak, HIV AIDS, hingga kekerasan seksual.

Di tahun 2016-2020, ARI pernah melaksanakan kegiatan bernama Get Out Speak Up (GUSO) yang mengangkat Hak-Hak Kesehatan seksual dan Reproduksi pada Remaja di 10 provinsi di Indonesia yang juga berkolaborasi dengan beberapa komunitas. GUSO hadir mengisi kurangnya informasi dan layanan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja untuk meningkatkan akses dan informasi terkait pendidikan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang ramah remaja. Tak hanya itu, GUSO juga ingin memberi ruang bagi remaja untuk bersuara akan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Kita semua harus yakin, bahwa seluruh remaja termasuk yang terpinggirkan dan rentan, memiliki kendali untuk memilih dan menjalankan haknya tanpa stigma dan diskriminasi.

Sebagai Anak Remaja dan Orang Muda, kami membutuhkan Pendidikan Seksual yang Komprehensif. Proses pembelajaran terkait Kesehatan seksual dan reproduksi yang kami dapat di institusi pendidikan masih sangat kurang. Dimana letak kekurangannya? Seringkali pendekatan dalam proses belajar yang kami dapatkan masih diskriminatif tanpa menekankan nilai-nilai kesetaraan, rasa hormat dan empati.

Selanjutnya, kegiatan yang akan ARI lakukan yaitu mengangkat isu sunat perempuan sebagai gambaran kekerasan terhadap hak seksual anak perempuan yang harus dihentikan. Langkah pertama yang kami lakukan tidak jauh dari memenuhi diri dengan pengetahuan, edukasi dan pemahaman terkait Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Selama proses tersebut, kami menyadari satu hal terkait otonomi tubuh yang harus diperjuangkan demi kesejahteraan setiap orang.

Jika kita berpatok pada SDG’s 2030, Indonesia seharusnya sudah mampu memastikan akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk untuk perencanaan, informasi, dan pendidikan keluarga, dan mengintegrasikan kesehatan reproduksi kedalam strategi dan program nasional. 

Bagi ARI strategi yang tergambar untuk pemenuhan tersebut adalah dengan melakukan advokasi kepada Kemendikbud Ristek untuk membuat kurikulum yang relevan dan berbasis bukti dengan pemantauan atau evaluasi terhadap seluruh implementasi yang sudah dilakukan. Lalu selanjutnya, dapat bekerjasama dengan sektor lain, seperti Kemenkes. Dan yang tidak kalah penting adalah pelibatan komunitas dan organisasi sebagai ruang diskusi.

Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, SpOG yang turut hadir menekankan bahwa saat-saat ini adalah momentum yang tepat dan indah untuk membuat strategi. Terkait pendidikan seksualitas tidak bisa dibedakan dengan pentingnya kesehatan reproduksi untuk dibahas. Beliau berpesan bahwa teman-teman atau masyarakat yang berfokus pada isu ini  harus mampu melihat dan mencari jalur advokasi yang cepat.

Hal tersebut disepakati oleh Prof. Alimatul Qibtiyah Ph.D dari – Kajian Gender Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, agar pihak-pihak yang terkait mampu membuat strategi dan pengemasan yang mudah diterima. Sebagaimanna pendidikan seksualitas bukanlah promosi seks bebas. Justru agama intens memberikan ajaran seksulitas dari hal-hal yang sudah ada seperti saat beribadah, cara beretika hingga memiliki empati. 

Pendapat terakhir dari perwakilan KPAI menyatakan bahwa pemenuhan pendidikan seksualitas adalah hak dan informasi yang wajib untuk anak. Maka harus menjadi bagian yang sangat penting untuk disusun. Apalagi indonesia memiliki cita-cita, Indonesia Layak Anak 2030. Kekerasan/kejahatan seksual terjadi karena banyak instrumen atau infrastruktur yang belum ramah anak, jelas Jasra Putra.

Pada akhir diskusi, dr. Marcia Soumokil menjelaskan bahwa pembelajaran seksualitas kepada anak diberikan secara bertahap. Pada anak usia 8-12 tahap awal diberikan pengetahuan mengenai body, consent dan respect. Selanjutnya memasuki masa remaja, mereka berhak mendapat pengetahuan dan pembekalan untuk persiapan pubertas. Tidak lupa mengenalkan mereka, bahwa mereka memiliki hak-hak seksual dan reproduksi yang hanya mereka sendiri yang dapat menentukan. 

ARI juga mengutarakan keresahan anak remaja dan orang  muda yang kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang tua atau keluarga terkait seksualitas. Secara teknikal, proses komunikasi terdiri dari pemberi pesan, pesan yang ingin disampaikan dan penerima pesan. Sangat penting memahami situasi dan gambaran keluarga tiap-tiap teman remaja. Seperti apa value yang biasa diterapkan, termasuk budaya dan kepercayaan yang dianut. Dengan harapan, bila sudah mengenal identitas diri, komunikasi yang dibangun dalam keluarga dapat berjalan baik. 

Pada kesimpulan diskusi ini, setiap narasumber yang diundang sepakat bahwa pendidikan seksualitas sangat dibutuhkan di Indonesia. Diperlukan siasat untuk pengemasan yang baik.

Uncategorized

Kegiatan: Partisipasi ARI dalam Lokakarya Koalisi Perempuan Indonesia

Partisipasi dan peran para orang muda kerap kali ditepis dan diabaikan ketika pembuat kebijakan mulai merancang atau merekonstruksi sebuah peraturan. Tak jarang, kehadiran kaum muda juga dijadikan sebagai mayat hidup, bergerak pasif, dan dipaksa untuk tidak berkutik. Hal ini telah disadari oleh Aliansi Remaja Independen sejak 2012 lalu. Oleh karena itu ARI mengusung nilai Meaningful Youth Participation and Youth-adult partnership.

Salah satu anggota ARI, pada tanggal 6 – 8 Desember, hadir dalam pertemuan dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengenai lokakarya advokasi dan kampanye yang berlangsung selama tiga hari di Hotel Balairung, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh perwakilan organisasi dan komunitas kepemudaan seperti Komunitas Ceberal Pasly, pemuda Ansor, YPBI, PKBI, Tenggara Youth Community, dan Aliansi Remaja Independen. Acara ini dibuka dan disambut oleh Retno selaku Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia dan dilanjutkan oleh Maria serta Yolanda sebagai pengkaji materi advokasi dan kampanye. 

Pada sesi pertama, para peserta lokakarya diminta  menyimak materi yang disampaikan sekaligus mencatat poin – poin yang diperlukan, Maria sebagai perwakilan IRSJ menjelaskan beberapa hal penting yang harus dilakukan ketika melakukan advokasi dari sudut pandang sebuah hukum, yang pertama adalah mengamati kebijakan dan peraturan, dan yang kedua adalah menggunakan kebijakan dan peraturan tersebut, serta pada tahap ketiga adalah mengevaluasi kebijakan dan peraturan yang ada. 

Ketiga poin tersebut perlu dilakukan guna menghindari kegiatan advokasi yang menyongsong sebuah kebijakan dan peraturan yang sudah ada sebelumnya, selain itu hal ini dilakukan untuk meningkatkan literasi hukum terhadap peraturan dan kebijakan itu sendiri. Maria juga menegaskan bahwa hasil riset juga sangat diperlukan sebagai mata pisau ketika melakukan advokasi, karena riset memuat fakta yang dapat dijadikan acuan sebagai bahan advokasi. 

Acara ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, Dewi Kusumawati seorang pelajar sekaligus perwakilan dari Aliansi Remaja Independen mengajukan pertanyaan retoris perihal hambatan dalam pengesahan peraturan. Pertanyaan ini dijawab oleh Yolanda sebagai pengkaji sekaligus perwakilan dari CWI, “Mereka mengedepankan kepentingan pribadi” Ujar Yolanda di Lokakarya Advokasi dan Kampanye KPI, Senin 6/12/2021. 

Maria menambahkan bahwa pihak kejaksaan juga pernah mengalami buta literasi terhadap kebijakan dan peraturan yang telah dibuat, ketika hal ini terjadi solusi yang paling tepat adalah mensosialisasikan hasil peraturan dan kebijakan yang ada kesegala arah, baik ranah pemerintah maupun ranah masyarakat itu sendiri.

Setelah sesi tanya jawab berlangsung, peserta dibagi menjadi dua bagian untuk mendiskusikan makna advokasi dan kampanye itu sendiri, mereka sibuk mendiskusikan hal hal yang dapat mendorong kegiatan advokasi.

Daniel Simatupang, seorang Pemuda Ansor sekaligus mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama menyampaikan hasil diskusi mengenai arti advokasi, bersama Alvian rekan pengkajinya. Mereka menyebutkan bahwa kunci keberhasilan advokasi adalah kebersamaan dan pantang menyerah, advokasi adalah upaya untuk mendorong pembentukan kebijakan baru ataupun mengevaluasi kebijakan yang sudah ada, hal ini tidak dapat dilakukan secara individu, tetapi harus dilakukan secara bersama – sama. Mereka juga menyebutkan bahwa perjuangan advokasi tidak dapat diraih dalam jangka waktu yang singkat, melainkan mereka memerlukan waktu yang relatif lama untuk mengesahkan sebuah kebijakan dan peraturan, hal ini menjadi landasan yang kuat mengapa sikap pantang menyerah sangat dibutuhkan ketika melakukan advokasi. 

Pada keesokan harinya, tepat pada hari Selasa 7 Desember 2021, acara lokakarya ini dimulai dengan topic sex education dan cara yang tepat untuk mengedukasi orang lain. Monica Bengu, seorang aktivis muda sekaligus seorang perwakilan dari Tenggara Youth Community menjelaskan bahwa cara untuk mengedukasi orang lain  yang tepat adalah mengedukasi diri terlebih dahulu, “Jika kita sendiri belum paham, bagaimana kita bisa mengedukasi orang lain, bisa salah informasi kalau begitu” Ujarnya. 

Selain itu, Monica Bengu yang kerap kali disapa Mogu juga menambahkan, bahwa cara yang tepat mengedukasi orang lain adalah bekerja sama dengan influencer yang turut andil dalam topik tabu seperti ini. Influencer yang dinilai dapat mengedukasi dan berkontribusi dalam isu sex education adalah Ernest Prakasa, Clarin Hayes, dan Gita Savitri Devi yang selama ini telah hadir di ruang lingkup sosial media masyarakat dan memiliki branding image yang cukup baik dalam isu sosial yang terjadi di masyarakat sekitar, terutama Clarin Hayes yang merupakan seorang dokter, tentunya ia memiliki kredibilitas lebih tinggi untuk dipercaya oleh masyarakat Indonesia. 

Pembahasan mengenai sex education kini berganti menjadi pembahasan mengenai cara berkomunikasi yang baik dan benar dalam berkampanye. Materi ini disampaikan pada 8 Desember 2021 di pertemuan lokakarya yang terakhir.  Materi ini disampaikan oleh Olin Monteiro, seorang aktivis perempuan dan kesetaraan gender, beliau menyadari bahwa sosialisasi informasi  mengenai kebijakan dan peraturan terhadap masyarakat tidak bisa dilakukan dengan gaya penyampaian yang terlalu akademis dan intelektual yang cenderung sulit dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maka dari itu sangat penting untuk mengetahui cara berkomunikasi yang mudah dimengerti oleh seluruh bagian masyarakat. 

Setelah sesi penyampaian materi, acara ini dilanjutkan dengan pembuatan kampanye oleh seluruh peserta lokakarya, mereka diminta untuk membuat satu bentuk karya kampanye untuk disebarkan di sosial media yang mereka punya, baik instagram, tik tok, twitter, maupun sosial media lainnya. Karya ini dapat dibuat dalam berkelompok maupun individu. Setelah pembuatan karya kampanye, mereka diminta untuk mempresentasikan hasil karya kampanye yang telah mereka buat. 

Beberapa hasil karya kampanye yang disajikan berupa podcast, tik tok, poster, sajak, bahkan lukisan. Salah satu peserta mengatakan bahwa kampanye yang terlalu formal dan punch to the line terkesan membosankan dan terlalu umum, “Mereka (target kampanye) butuh sesuatu yang beda, seni yang nggak biasa, sesuatu yang tersirat, novel dan film jawabannya” Ujar Dewi Kusumawati. 

Gadis remaja ini berpendapat bahwa tujuan adanya kampanye adalah bentuk usaha untuk mempengaruhi masyarakat dari segi tindakan maupun cara berpikir. Banner, spanduk, poster adalah cara yang terlalu umum dan bukan sesuatu yang baru, masyarakat cenderung enggan untuk menerima informasi yang terkesan kaku. Pembawaan sebuah film serta penulisan sebuah novel adalah cara yang cukup menarik untuk mengkampanyekan sebuah maksud dan tujuan. Dalam sebuah film maupun novel memiliki alur cerita yang menarik dan menggugah rasa emosional bagi setiap penikmat film maupun novel itu sendiri,  sehingga kita dapat menempatkan sebuah kampanye tersirat yang perlahan akan membuka jendela dan wawasan baru bagi penonton dan pembaca walau tidak benar mengalami masalah yang dialami oleh tokoh utama, terutama mengenai isu kekerasan seksual dan kesetaraan gender, dengan hal ini diharapkan para penikmat film dan novel dapat berpikir secara lebih terbuka dan peduli dengan kasus kasus kekerasan seksual yang terjadi selama ini. 

Pada sesi terakhir, seluruh peserta diminta untuk membuat proyek dan rancangan kerja yang akan mereka lakukan setelah menghadiri lokakarya kali ini, dengan harapan seluruh peserta dapat membagikan pengetahuan yang mereka dapat dari acara yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), mereka juga diminta untuk membuat karya kampanye yang akan disebarkan di sosial media mereka dengan hashtag #AADG dan #Genderation_ selama kurun waktu 10 hari dari tanggal 13 sampai 22 Desember 2021. 

Privacy Settings
We use cookies to enhance your experience while using our website. If you are using our Services via a browser you can restrict, block or remove cookies through your web browser settings. We also use content and scripts from third parties that may use tracking technologies. You can selectively provide your consent below to allow such third party embeds. For complete information about the cookies we use, data we collect and how we process them, please check our Privacy Policy
Youtube
Consent to display content from Youtube
Vimeo
Consent to display content from Vimeo
Google Maps
Consent to display content from Google
Spotify
Consent to display content from Spotify
Sound Cloud
Consent to display content from Sound